Patung yang Kamu Sebut
Aku mundur bukan berarti berhenti mengejar cintamu namun aku sadar cinta tidak bisa di intervensi dengan huruf, awalnya aku mengira karaktermu sama persis dengan apa yang menjadi rutinitasku sehingga semangat berjuangku tak lekang diterpa badai namun apalah daya sikap cuekmu berimplikasi mematahkan sayap-sayap konsentrasiku. Dipertemuan awal aku melihat matamu yang gelai gemilai membuatku berfikiran dalam jangka panjang, senyumanmu yang selalu memancarkan sinar kebahagiaan dan pergerakanmu meluluhlantahkan bumi, semakin membuatku penasaran. Atas dasar penasaran kemudian bergeser menjadi penantian yang dinanti-nantikan.
Sendatan-sendatan proses kehidupan membuatku kehilangan jejak langkahmu, disetiap detik waktuku selalu terbayang wajah ceriamu dan kemudian aku ingin memastikan bahwa ada sosok laki-laki yang selalu merekam langkahmu, disetiap saatnya ingin mengucapkan "semangat" disetiap saatnya ingin mengucapkan "semoga baik-baik saja" disetiap saat ingin mengucapkan "jaga kesehatan" (disini ada hati yang tulus mencintaimu)
Ini bukan sikap yang meng ada-ada, hal ini berkaitan besar dengan kehidupan di era milenial yang menyiratkan kebenaran absolut.
Untuk kamu yang selalu aku semogakan dipertengahan zaman ini jadilah perempuan yang beguna bagi Agama Bangsa dan Negara.
Bersambung....
FNAH
16 Oktober 2018
Komentar
Posting Komentar
Khoirunnas 'anfauhum linnas